twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Tuesday, May 29, 2012

Perbedaan compare cost princple Vs Fair Value Accounting

Nama : Wellanitha
NPM : 21208178
Kelas : 4EB05

Di blog ini menjelaskan perbedaan antara compare cost princple Vs Fair Value Accounting

COMPARE COST PRINCIPLE
Compare Cost Principle adalah prinsip akuntansi yang mengakui harta/utang dicatat pada nilai historisnya/harga perolehan. Topik ini pernah membuatku percaya diri tentang dunia akuntansi. Halah. Hehe. Tentang penyusutan aktva, kapitalisasi, revaluasi, dll. Kapitalisasi, pada intinya, menambah nilai manfaat aktiva perusahaan. Syarat2 biaya2 yang dapat dikapitalisasi
1. Diakui sekali selama masa manfaat dari aktiva tersebut
2. Bukan merupakan human eror, tetapi terkait dengan aktiva tersebut.
Sbenernya masih bingung, Kapitalisasi diakui Cuma sekali???
            Timbul pertanyaan, kalau misal ada biaya perbaikan mengenai aktiva tersebut, dan ternyata setelah ada biaya perbaikan tersebut menambah umur dari aktiva. Misalkan, pembelian onderdil mobil perusahaan di akhir bulan. Pembelian onderdil tersebut secara tidak langsung akan menambah masa manfaat/umur dari amobil tersebut. Apakah ini yang dinamakan kapitalisasi?terus kemudian, tahun kedua, perusahaan tersebut juga membeli onderdil tapi lain, apakah ini juga akan dikapitalisasi? Bagaimana bedanya dengan revaluasi…?huft. Balik lagi ke Historical cost. Hehe. Beberapa perlakuan mengenai aktiva:
            1. Cost Untuk Tanah Yang Diatasnya Ada Bangunan.
Cost untuk tanah yang diatasnya ada bangunan, tergantung maksud dari perusahaan memakai bangunan ato nggak. Kalau misal perusahaan pngen mbangun lagi, ya otomatis seluruh pengeluaran yang timbul, misal biaya peruntuhan bangunan, perataan tanah, dll, termasuk dalam cost aktiva (tanah) tersebut. Akan tetapi kalua perusahaan masih ingin menggunakan bangunan tersebut, pengakuannya ya berdasarkan proporsi harga di pasar berapa, ntar itu jadi nilai bangunan.
            2. Lumpsum
Uopop kui lumpsum, intine membeli borongan, tanah, bangunan, peralatan, jadi 1. misal ngene, bangunan beserta peralatan dijual dengan harga 100ewu. Akan tetapi setelah melihat harga pasar, harga tanah 75 ewu, bangunan 25ewu, peralatan 10ewu, yawes, ntar tu dibuat presentasenya, y semacam dialokasikan gitu.
            3. Cost Untuk Aktiva Yang Dibangun Sendiri
Kalau misal perusahaan pengen ngebangun sendiri bangunannya, cost yang diakui ya semua biaya sampe bangunan itu berdiri to, biasanya ada 3 biaya, biaya bahan baku, tenaga kerja, Overhead
            4. Aktiva Yang Dibangun Sndiri Dengan Pinjaman
Wah, inilah yang saat ini buanyak sekali terjadi, dan mungkin sebagian besar juga melakukan hal ini. Perusahaan ingin medirikan bangunan baru, akan tetapi perusahaan meminjam uang untuk mendirikan bangunan tersebut. Lalu, gimana pengakuan costnya?? Seingatku, costnya diakui sepanjang proses pembangunan tersebut. Termasuk juga biaya bunga yang timbul akibat “pinjaman” uang yang digunakan untuk mbangun tadi, biaya itu juga masuk dalam cost aktiva tersebut. Kalau misalnya proses pembangunan udah jadi, tterus kemudian biaya bunga masih harus dibayar, apakah itu masuk dalam cost aktiva?TIDAK, pengakuan cost akitva cuman selama proses pembangunan itu.
            5. Aktiva Yang Diperoleh Dari Pertukaran
Cost yang diakui dari perolehan pertukaran aktiva yaitu dengan menilai harga pasar aktiva, menambah kas yang kita peroleh dan mengurangi kas yang kita bayarkan
            Nilai wajar, juga disebut harga wajar (dalam conflation biasa dari dua konsep yang berbeda), adalah konsep yang digunakan dalam akuntansi dan ekonomi , yang didefinisikan sebagai rasional dan tidak bias memperkirakan potensi harga pasar dari layanan, baik, atau aset, mengambil faktor-faktor obyektif seperti:
1 perolehan / produksi biaya distribusi /, biaya penggantian, atau biaya-biaya penggantian dekat
2. aktual utilitas pada tingkat tertentu pengembangan kemampuan produktif sosial
3. supply vs demand
dan faktor-faktor seperti :
            • karakteristik risiko
            • biaya dan laba atas modal
            • utility individual
            Dalam akuntansi , nilai wajar digunakan sebagai kepastian dari nilai pasar aset (atau kewajiban) yang harga pasar dapat ditentukan (biasanya karena tidak ada pasar ditetapkan untuk aset). Berdasarkan US GAAP (FAS 157), nilai wajar adalah jumlah di mana aset dapat dibeli atau dijual dalam transaksi saat ini antara pihak mau, atau dialihkan ke pihak setara, selain dalam penjualan likuidasi. Ini digunakan untuk aset yang tercatat berdasarkan mark-to-pasar valuasi, untuk aset dicatat sebesar biaya perolehan , nilai wajar aktiva tidak digunakan.

Perlunya Konvergensi ke IFRS

Nama : Wellanitha
Kelas : 4eb05
NPM : 21208278


Didalam blog ini, menjelaskan alasan perlunya konvergensi k ifrs ?
            
Perkembangan Konvergensi PSAK ke IFRS Sesuai dengan roadmap konvergensi PSAK ke IFRS (International Financial Reporting Standart) maka saat ini Indonesia telah memasuki tahap persiapan akhir (2011) setelah sebelumnya melalui tahap adopsi (2008 – 2010). Hanya setahun saja IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menargetkan tahap persiapan akhir ini, karena setelah itu resmi per 1 Januari 2012 Indonesia menerapkan IFRS. Berikut konvergensi PSAK ke IFRS yang direncanakan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI:
1. Tahap Adopsi (2008-2010) Tahap Persiapan Akhir (2008-2010)
2. Tahap Implementasi (2008-2010) Adopsi seluruh IFRS ke PSAK
Penyelesaian persiapan Infrastruktur yang diperlukan Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap Persiapan infrastruktur yang diperlukan Penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif Evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Program & Sasaran Konvergensi IFRS Dua puluh Sembilan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) masuk dalam program konvergensi IFRS yang dicanangkan DSAK IAI tahun 2009 dan 2010. “Sasaran konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012,” demikian disampaikan Ketua DSAK IAI Rosita Uli Sinaga pada Public Hearing Eksposure Draft PSAK
Dukungan dari semua pihak agar proses konvergensi ini dapat berjalan dengan baik tentunya sangat diharapkan. Rosita juga menambahkan bahwa tantangan konvergensi IFRS 2012 adalah kesiapan praktisi akuntan manajemen, akuntan publik, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai. Akuntan Publik diharapkan dapat segera mengupdate pengetahuannya sehubungan dengan perubahan SAK, mengupdate SPAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS.
Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi IFRS serta berkoordinasi dengan proyek lainnya untuk optimalisasi sumber daya. Akuntan Akademisi/Universitas diharapkan dapat membentuk tim sukses konvergensi IFRS untuk mengupdate pengetahuan Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait serta Memberikan input/komentar terhadap ED dan Discussion Papers yang diterbitkan oleh DSAK maupun IASB. Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang perlu terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuanganseperti penilai dan aktuaris.
Asosiasi Industri diharap dapat menyusun Pedoman Akuntansi Industri yang sesuai dengan perkembangan SAK, membentuk forum diskusi yang secara intensif membahas berbagai isu sehubungan dengan dampak penerapan SAK dan secara proaktif memberikan input/komentar kepada DSAK IAI. Program Kerja DSAK lainnya yaitu: Mencabut PSAK yang sudah tidak relevan karena mengadopsi IFRS; Mencabut PSAK Industri; Mereformat PSAK yang telah diadopsi dari IFRS dan diterbitkan sebelum 2009; Melakukan kodifikasi penomoran PSAK dan konsistensi penggunaan istilah; Mengadopsi IFRIC dan SIC per 1 January 2009; Memberikan komentar dan masukan untuk Exposure Draft dan Discussion Paper IASB; Aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan organisasi standard setter, pembuat standar regional/internasional; serta Menjalin kerjasama lebih efektif dengan regulator, asosiasi industri dan universitas dalam rangka konvergensi IFRS.
Keuntungan dan Kelemahan dari Mengkonvergensi IFRS Dengan mengadopsi IFRS, suatu bisnis dapat menyajikan laporan keuangan dengan dasar yang sama sebagai pesaing asing, membuat perbandingan lebih mudah. Selain itu, perusahaan dengan anak perusahaan di negara-negara yang memerlukan atau mengizinkan IFRS mungkin dapat menggunakan salah satu bahasa akuntansi perusahaan-lebar.. Perusahaan-perusahaan juga mungkin perlu mengkonversi ke IFRS jika mereka adalah anak perusahaan dari sebuah perusahaan asing yang harus menggunakan IFRS, atau jika mereka memiliki investor asing yang harus menggunakan IFRS.. Perusahaan juga dapat merasakan manfaat dengan menggunakan IFRS jika mereka ingin meningkatkan modal di luar negeri.
Walaupun sebuah keyakinan oleh beberapa keniscayaan penerimaan global IFRS, yang lain percaya bahwa US GAAP adalah standar emas, dan bahwa sesuatu akan hilang dengan penerimaan penuh IFRS. Selanjutnya, emiten AS tertentu tanpa pelanggan atau operasi yang signifikan di luar Amerika Serikat IFRS mungkin menolak karena mereka mungkin tidak memiliki pasar IFRS insentif untuk menyiapkan laporan keuangan. Mereka mungkin percaya bahwa biaya yang signifikan terkait dengan mengadopsi IFRS lebih besar daripada manfaatnya.


Tuesday, May 1, 2012

sejarah perkembangan akutansi


Nama   :  Wellanitha
NPM   :  21208278
Kelas   :  4EB05
SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI INDONEISA
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi ddi Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda menganlkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan ole h luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selam era ini (Diga dan Yunus 1997).
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Intrernal auditor yagn pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995).
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915 (Soemarso 1995). Akuntan public yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan public. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemasro 1995).
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indoenesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih diggunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.             Nasionalisasi atas perusahaan yagn dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti oembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964 (Soemarso 1995) telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960     (ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).
Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok terebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetetif dan lebh berorentasi pada pasar – dengan dukungan praktik akutansi lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut memeperoleh dukungan yang kuta dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional (Rosser 1990). Sebelum perbaikan pasar model dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan – satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/ kredit dari bank domestic dan asing; dan satu lagi yang menunjukkan hasil negative (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).



Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yagn dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB  2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangakan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat barbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/ pelaporan keuangan kedalam Undang-undang Pasar Modal        (Rosser 1999).
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningnkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akutansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (Tansparancy). Ringkasan perkembangan praktik akuntansi di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.1




PERKEMBANGAN POLITIK DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN EKONOMI
PERKEMBANGAN AKUNTANSI
ERA KOLONIAL BELANDA (1595-1945) :
·         Belanda menguasai Jawa dan kepulauan lain.
·         Islam menjadi agama mayoritas

Perusahaan Hindia Belanda (VOC) menguasai perdagangan di Indonesia. Keterlibatan dan aktifitas Pribumi di perdagangan dibatasi dengan ketat. Etnis China diberi hak khusus  dibidang perdagangan dan transportasi air

Belanda mengenalkan akuntansi di Indonesia Regulasi akuntansi yang pertama dikeluarkan tahun 1642 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Regulasi terebut mengatur administrasi Kas dan Piutang (Abdil Kadir 1982)
ERA SUKARNO (1945-1966) :
Indonesia memperoleh kemerdekaan. Kepemimpinan presiden Soekarni dekat dengan pemerintah Cina (RRC). Tahun 1965 terjadi usaha kudeta oleh komunis yang berhasil digagalkan dan mendorong peran militer.

Dominasi perdagangan oleh Belanda dan China mendorong munculnya ketidak adilan di masyarakat. Akhirnya, Indonesia memilih pendekatan sosialis dalam pembangunan yang ditandai dengan dominasi peran Negara. Tahun 1958, semua perusahaan milik Belanda dinasionalisasi dan warga Negara Belanda keluar dari Indonesia.

Akademi lulusan Amerika mengisi kekosongan posisi akuntan dan sistem akuntansi dan auditing Amerika dikenalkan di Indonesia. Baik akuntansi model Belanda maupun Amerika digunakan secara bersama. Ikatan Akuntansi Indonesia didirikan tahun 1957 untuk memberi pedoman dan untuk mengkoordinasi aktivitas akuntan.
ERA SUHARTO (1966-1998) :
Suharto menjadi Presiden tahun 1966 dengan pendekatan kebijakan ekonomi dan politik yang konservatif

Dibawah kepemimpinan Suharto, pembangunan ekonomi didasarkan pada pendekatan kapitalis. Investor asing didorong dan tahun 1967 dikeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing yang menghasilkan munculnya perusahaan asing
Tahun 1997-1998 Krisis Keuangan Asia menimpa Indonesia dan banyak perusahaan yang bangkrut.

Terjadi transfer pengetahuan dan keahlian akuntansi secara langsung dari kantor pusat perusahaan asing kepada karyawan Indonesia dan secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas bisnis.

Tahun 1973, IAI mengadopsi seperangkat prinsip akuntansi dan standar auditing serta professional code of conduct. Prinsip-prinsip akuntansi didasarkan pada pedoman akuntansi yang dipublikasikan AICPA tahun 1965.

Standar akuntansi internasional diadopsi tahun 1995
ERA SETELAH SUHARTO (SETELAH 1998) :
Suharto dipaksa mengundurkan diri pada tahun 1998

Indonesia berjuang dari kesulitan ekonomi dan stabilitas sosial.

Regulasi diperketat untuk memperbaiki pengungkapa informasi.